Update Vidio Viral Indo Ngewe Dokter Cantik Sekali beasty
Update Vidio Viral Indo Ngewe Dokter Cantik Sekali beasty
Cerita Dewasa Sex – Ngentot Dengan Dokter Genit , Dalam sebuah seminar sehari di hall Hotel Hilton International di Jakarta, tampak seorang wanita paruh baya berwajah manis sedang membacakan sebuah makalah tentang peranan wanita modern dalam kehidupan rumah tangga keluarga bekerja. Dengan tenang ia membaca makalah itu sambil sesekali membuat lelucon yang tak ayal membuat para peserta seminar itu tersenyum riuh. Permasalahan yang sedang dibahas dalam seminar itu menyangkut perihal mengatasi problem perselingkuhan para suami yang selama ini memang menjadi topik hangat baik di forum resmi ataupun tidak resmi.
Beberapa peserta seminar yang terdiri dari wanita karir, ibu-ibu rumah tangga dan para pelajar wanita itu tampak serius mengikuti jalannya seminar yang diwarnai oleh perdebatan antara pakar sosiologi keluarga yang sengaja diundang untuk menjadi pembicara. Hadir juga beberapa orang wartawan yang meliput jalannya seminar sambil ikut sesekali mengajukan pertanyaan ke arah peserta dan pembicara. Suasana riuh saat wanita pembicara itu bercerita tentang seorang temannya yang bersuamikan seorang pria mata keranjang doyan main perempuan. Berbagai pendapat keluar dalam perdebatan yang diarahkan oleh moderator.
Diakhir sesi pertama saat para peserta mengambil waktu istirahat
selama tiga puluh menit, tampak wanita pembicara itu keluar ruangan
dengan langkah cepat seperti menahan sesuatu. Ia berjalan dengan cepat
menuju toilet di samping hall tempat seminar. Namun saat melewati lorong
menuju tempat itu ia tak sadar menabrak seseorang, akibatnya ia
langsung terhenyak.
“Oh…, maaf, saya tidak melihat anda…, maaf ya?”, seru wanita itu
pada orang yang ditabraknya, namun orang itu seperti tak mengacuhkan.
“Oke…”, sahut pria muda berdasi itu lembut dan berlalu masuk ke dalam toilet pria.
Wanita itupun bergegas ke arah toilet wanita yang pintunya
berdampingan dengan pintu toilet pria. Beberapa saat lamanya wanita itu
di sana lalu tampak lelaki itu keluar dari toilet dan langsung menuju ke
depan cermin besar dan mencuci tangannya. Kemudian wanita tadi muncul
dan menuju ke tempat yang sama, keduanya sesaat saling melirik. “Hai”,
tegur pria itu kini mendahului.
“Halo…, anda peserta seminar?”, tanya si wanita.
“Oh, bukan. Saya bekerja di sini, maksud saya di hotel ini”, jawab pria itu.
“Oh…, kalau begitu kebetulan, saya rasa setelah seminar ini saya akan kontak lagi dengan manajemen hotel ini untuk mengundang sejumlah pakar dari Amerika untuk seminar masalah kesehatan ibu dan anak. Ini kartu namaku”, kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya pada pria itu. Lelaki itu mengambil secarik kartu dari dompetnya dan menyerahkannya pada wanita itu.
“Dokter Miranti Pujiastuti, oh ternyata Ibu ini pakar ilmu kedokteran
ibu dan anak yang terkenal itu, maaf saya baru pertama kali melihat
Ibu. Sebenarnya saya banyak membaca tulisan-tulisan Ibu yang
kontroversial itu, saya sangat mengagumi Ibu”, mendadak pria itu menjadi
sangat hormat.
“Ah kamu, jangan terlalu berlebihan memuji aku, dan kamu…, hmm…, Edo
Prasetya, wakil General Manager Hilton International Jakarta. Kamu juga
hebat, manajer muda”, seru wanita itu sambil menjabat tangan pemuda
bernama Edo itu kemudian.
“Kalau begitu saya akan kontak anda mengenai masalah akomodasi dan acara
seminar yang akan datang, senang bertemu anda, Edo”, seru wanita itu
sambil kemudian berlalu.
“Baik, Bu dokter”, jawab sahut pria itu dan membiarkan wanita paruh baya itu berlalu dari ruangan di mana mereka berbicara.
Sejenak kemudian pemuda itu masih tampak memandangi kartu nama dokter wanita itu, ia seperti sedang mengamati sesuatu yang aneh.
“Bukankah dokter itu cantik sekali?”, ia berkata dalam hati.
“Oh aku benar-benar tak tahu kalau ia dokter yang sering menjadi
perhatian publik, begitu tampak cantik di mataku, meski sudah separuh
baya, ia masih tampak cantik”, benaknya berbicara sendiri.
“Ah kenapa itu yang aku pikirkan?”, serunya kemudian sambil berlalu dari ruangan itu.
Sementara itu di sebuah rumah kawasan elit Menteng Jakarta pusat
tampak sebuah mobil memasuki halaman luas rumah itu. Wanita paruh baya
bernama dokter Miranti itu turun dari sedan Mercy hitam dan langsung
memasuki rumahnya. Wajah manis wanita paruh baya itu tampaknya menyimpan
sebuah rasa kesal dalam hati. Sudah seminggu lamanya suami wanita itu
belum pulang dari perjalanan bisnis keluar negeri. Sudah seminggu pula
ia didera isu dari rekan sejawat suaminya tentang tingkah laku para
pejabat dan pengusaha kalangan atas yang selalu memanfaatkan alasan
perjalanan bisnis untuk mencari kepuasan seksual di luar rumah alias
perselingkuhan.
Wanita itu menghempaskan badannya ke tempat tidur empuk dalam ruangan
luas itu. Ditekannya remote TV dan melihat program berita malam yang
sedang dibacakan penyiar. photomemek.com Namun tak berselang lama
setelah itu dilihatnya di TV itu seorang lelaki botak yang tak lain
adalah suaminya sedang berada dalam sebuah pertemuan resmi antar
pengusaha di Singapura. Namun yang membuat hati wanita itu panas adalah
saat melihat suaminya merangkul seorang delegasi dagang Singapura yang
masih muda dan cantik. Sejenak ia memandang tajam ke arah televisi besar
itu lalu dengan gemas ia membanting remote TV itu ke lantai setelah
mematikan TV-nya.
“Ternyata apa yang digosipkan orang tentang suamiku benar terjadi, huh”, seru wanita itu dengan hati dongkol.
“Bangsaat..!”, Teriaknya kemudian sambil meraih sebuah bantal guling dan menutupi mukanya.
Tak seorangpun mendengar teriakan itu karena rumah besar itu dilengkapi peredam suara pada dindingnya, sehingga empat orang pembantu di rumah itu sama sekali tidak mengetahui kalau sang nyonya mereka sedang marah dan kesal. Ia menangis sejadi-jadinya, bayang-bayang suaminya yang berkencan dengan wanita muda dan cantik itu terus menghantui pikirannya. Hatinya semakin panas sampai ia tak sanggup menahan air matanya yang kini menetes di pipi.
Tiga puluh menit ia menangis sejadi-jadinya, dipeluknya bantal guling itu dengan penuh rasa kesal sampai kemudian ia jatuh tertidur akibat kelelahan. Namun tak seberapa lama ia terkulai tiba-tiba ia terhenyak dan kembali menangis. Rupanya bayangan itu benar-benar merasuki pikirannya hingga dalam tidurnyapun ia masih membayangkan hal itu. Sejenak ia kemudian berdiri dan melangkah keluar kamar tidur itu menuju sebuah ruangan kecil di samping kamar tidurnya, ia menyalakan lampu dan langsung menuju tumpukan obat yang memenuhi sebagian ruangan yang mirip apotik keluarga. Disambarnya tas dokter yang ada di situ lalu membuka sebuah bungkusan pil penenang yang biasa diberikannya pada pasien yang panik. Ditelannya pil itu lalu meminum segelas air.
Beberapa saat kemudian ia menjadi tenang kemudian ia menuju ke
ruangan kerjanya yang tampak begitu lengkap. Di sana ia membuka beberapa
buku, namun bebarapa lamanya kemudian wanita itu kembali beranjak
menuju kamar tidurnya. Wajahnya kini kembali cerah, seberkas senyuman
terlihat dari bibirnya yang sensual. Ia duduk di depan meja rias dengan
cermin besar, hatinya terus berbicara.
“Masa sih aku harus mengalah terus, kalau bangsat itu bisa berselingkuh
kenapa aku tidak”, benaknya sambil menatap dirinya sendiri di cermin
itu. Satu-persatu di lepasnya kancing baju kerja yang sedari tadi belum
dilepasnya itu, ia tersenyum melihat keindahan tubuhnya sendiri. Bagian
atas tubuhnya yang dilapisi baju dalam putih berenda itu memang tampak
sangat mempesona. Meski umurnya kini sudah mencapai empat puluh tahun,
namun tubuh itu jelas akan membuat lelaki tergiur untuk menyentuhnya.
Kini ia mulai melepaskan baju dalam itu hingga bagian atas tubuhnya
kini terbuka dan hanya dilapisi BH. Perlahan ia berdiri dan memutar
seperti memamerkan tubuhnya yang bahenol itu. Buah dadanya yang besar
dan tampak menantang itu diremasnya sendiri sambil mendongak
membayangkan dirinya sedang bercinta dengan seorang lelaki. Kulitnya
yang putih mulus dan bersih itu tampak tak kalah mempesonakan.
“Kalau bangsat itu bisa mendapat wanita muda belia, kurasa tubuh dan
wajahku lebih dari cukup untuk memikat lelaki muda”, gumamnya lagi.
“Akan kumulai sekarang juga, tapi..”, tiba-tiba pikirannya terhenti.
“Selama ini aku tak pernah mengenal dunia itu, siapakah yang akan kucari? hmm..”.
Tangannya meraih tas kerja di atas mejanyanya, dibongkarnya isi tas
itu dan menemukan beberapa kartu nama, sejenak ia memperhatikannya.
“Dokter Felix, lelaki ini doyan nyeleweng tapi apa aku bisa meraih
kepuasan darinya? Lelaki itu lebih tua dariku”, katanya dalam hati
sambil menyisihkan kartu nama rekan dokternya itu.
“Basuki Hermawan, ah…, pejabat pajak yang korup, aku jijik pada orang seperti ini”, ia merobek kartu nama itu.
“Oh ya…, pemuda itu, yah…, pemuda itu, siapakah namanya, Dodi?.., oh
bukan. Doni?.., oh bukan juga, ah di mana sih aku taruh kartu
namanya..”, ia sibuk mencari, sampai-sampai semua isi tak kerja itu
dikeluarkannya namun belum juga ia temukan.
“Bangsat! Aku lupa di mana menaruhnya”, sejenak ia berhenti mencari dan
berpikir keras untuk mencoba mengingat di mana kartu nama pemuda gagah
berumur dua puluh limaan itu. Ia begitu menyukai wajah pemuda yang
tampak polos dan cerdas itu. Ia sudah terbayang betapa bahagianya jika
pemuda itu mau diajak berselingkuh.
“Ahaa! Ketemu juga kau!”, katanya setengah berteriak saat melihat
kartu nama dengan logo Hilton International. Ia beranjak berdiri dan
meraih hand phone, sejenak kemudian ia sudah tampak berbicara.
“Halo, dengan Edo…, maaf Bapak Edo?”.
“Ya benar, saya Edo tapi bukan Bapak Edo, anda siapa”, terdengar suara ramah di seberang.
“Ah maaf…, Edo, saya Dokter Miranti, kamu masih ingat? Kita ketemu di Rest Room hotel Hilton International tadi siang”.
“Oooh, Bu dokter, tentu dong saya ingat. Masa sih saya lupa sama Bu dokter idola saya yang cantik”.
“Eh kamu bisa saja, Do”.
“Gimana Bu, ada yang bisa saya bantu?”, tanya Edo beberapa saat setelah itu.
“Aku ingin membicarakan tentang seminar minggu depan untuk mempersiapkan
akomodasinya, untuk itu sepertinya kita perlu berbicara”.
“No problem, Bu. Kapan ibu ada waktu”.
“Lho kok jadi nanya aku, ya kapan kamu luang aja dong”.
“Nggak apa-apa Bu, untuk orang seperti ibu saya selalu siap, gimana kalau besok kita makan siang bersama”.
“Hmm…, rasanya aku besok ada operasi di rumah sakit. Gimana kalau sekarang saja, kita makan malam”.
“Wah kebetulan Bu, saya memang lagi lapar. baiklah kalau begitu, saya jemput ibu”.
“Oohh nggak usah, biar ibu saja yang jemput kamu, kamu di mana?”.
“wah jadi ngerepotin dong, tapi oke-lah. Saya tunggu saja di Resto Hilton, okay?”.
“Baik kalau begitu dalam sepuluh menit saya datang”, kata wanita itu mengakhiri percakapannya.
Lalu dengan tergesa-gesa ia mengganti pakaian yang dikenakannya
dengan gaun terusan dengan belahan di tengah dada. Dengan gesit ia
merias wajah dan tubuh yang masih tampak menawan itu hingga tak seberapa
lama kemudian ia sudah tampak anggun.
“Mbok..!”, ia berteriak memanggil pembantu.
“Dalem…, Nyaah!”, sahut seorang yang tiba-tiba muncul dari arah dapur.
“Malam ini ibu ndak makan di rumah, nanti kalau tuan nelpon bilang saja ibu ada operasi di rumah sakit”.
“Baik, Nyah..”, sahut pembantunya mengangguk.
Sang dokter itupun berlalu meninggalkan rumahnya tanpa diantar oleh sopir.
Kini sang dokter telah tampak menyantap hidangan makan malam itu bersama pemuda tampan bernama Edo yang berumur jauh di bawahnya. Maksud wanita itu untuk mengencani Edo tidak dikatakannya langsung. filmbokepjepang.com Mereka mula-mula hanya membicarakan perihal kontrak kerja antara kantor sang dokter dan hotel tempat Edo bekerja. Namun hal itu tidak berlangsung lama, dua puluh menit kemudian mereka telah mengalihkan pembicaraan ke arah pribadi.
“Maaf lho, Do. Kamu sudah punya pacar?”, tanya sang dokter.
“Dulu pernah punya tapi…”, Edo tak melanjutkan kalimatnya.
“Tapi kenapa, Do?”, sergah wanita itu.
“Dia kawin duluan, ah…, Emang bukan nasib saya deh, dia kawin sama
seorang om-om senang yang cuma menyenangi tubuhnya. Namanya Rani..”.
“Maaf kalau ibu sampai membuat kamu ingat sama masa lalu”.
“Nggak apa-apa kok, Bu. Toh saya sudah lupa sama dia, buat apa cari pacar atau istri yang mata duitan”.
“Sukurlah kalau begitu, trus sekarang gimana perasaan kamu”.
“Maksud ibu?”.
“Perasaan kamu yang dikhianati, apa kamu masih dendam?”, tanya sang dokter seperti merasa ingin tahu.
“Sama si Rani sih nggak marah lagi, tapi sampai sekarang saya masih
dendam kesumat sama om-om atau pejabat pemerintah yang seperti itu”,
jelas Edo pada wanita itu sembari menatapnya.
Sejenak keduanya bertemu pandang, Edo merasakan sebuah perasaan aneh
mendesir dadanya. Hanya beberapa detik saja keduanya saling memandang
sampai Edo tersadar siapa yang sedang dihadapinya.
“Ah, ma.., ma.., maaf, Bu. Bicara saya jadi ngawur”, kata pemuda itu
terpatah-patah.”Oh nggak…, nggak apa-apa kok, Do. Aku juga punya
problem yang serupa dengan kamu”, jawab wanita itu sambil kemudian mulai
menceritakan masalah pribadi dalam keluarganya. Ia yang kini sudah
memiliki dua anak yang bersekolah di Amerika itu sedang mengalami
masalah yang cukup berat dalam rumah tangganya. Dengan penuh emosi ia
menceritakan masalahnya dengan suaminya yang seorang pejabat pemerintah
sekaligus pengusaha terkenal itu.
“Berkali-kali aku mendengar cerita tentang kebejatan moralnya, ia pernah
menghamili sekertarisnya di kantor, lalu wanita itu ia pecat begitu
saja dan membayar seorang satpam untuk mengawini gadis itu guna menutupi
aibnya. Dasar lelaki bangsat”, ceritanya pada Edo.
“Sekarang dia sudah berhubungan lagi dengan seorang wanita pengusaha di
luar negeri. Baru tadi aku melihatnya bersama dalam sebuah berita di
TV”, lanjut wanita itu dengan raut muka yang sedih.
“Sabar, Bu. Mungkin suatu saat dia akan sadar. Masa sih dia nggak sadar
kalau memiliki istri secantik ibu”, ujar Edo mencoba menghiburnya.
“Aku sudah bosan bersabar terus, hatiku hancur, Do. Kamu sudah tahu kan
gimana rasanya dikhianati? Dibohongi?”, sengitnya sambil menatap pemuda
itu dengan tatapan aneh. Wanita itu seperti ingin mengatakan sesuatu
pada Edo.
Beberapa menit keadaan menjadi vacum. Mereka saling menatap penuh
misteri. Dada Edo mendesir mendapat tatapan seperti itu, pikirannya
bertanya-tanya.
“Ada apa ini?”, gumamnya dalam hati. Namun belum sempat ia menerka apa
arti tatapan itu, tangannya tiba-tiba merasakan sesuatu yang lembut
menyentuh, ia terhenyak dalam hati. Desiran dadanya kini berubah menjadi
getaran keras di jantungnya. Namun belum sempat ia bereaksi atas semua
itu tangan sang dokter itu telah meremas telapak tangan Edo dengan
mesra. Kini ia menatap wanita itu, dokter Miranti memberinya senyuman,
masih misteri.
“Edo…., kamu dan aku memiliki masalah yang saling berkaitan”, katanya perlahan.
“Ma…, maksud ibu?”, Edo tergagap.
“Kehidupan cinta kamu dirusakkan oleh generasi seumurku, dan rumah
tanggaku rusak oleh kehidupan bejat suamiku. Kita sama-sama memiliki
beban ingatan yang menyakitkan dengan musuh yang sama”.
“lalu?”.
“Kenapa tak kamu lampiaskan dendam itu padaku?”.
“Maksud ibu?”, Edo semakin tak mengerti.
“Aku dendam pada suamiku dan kaum mereka, dan kau punya dendam pada para
pejabat yang telah mengecewakanmu. Kini kau menemukan aku, lampiaskan
itu. Kalau mereka bisa menggauli generasimu mengapa kamu nggak menggauli
kaum mereka? Aku istri pejabat, dan aku juga dikecewakan oleh mereka”.
“Saya masih belum mengerti, Bu”.
“Maksudku, hmm…, kenapa kita tidak menjalin hubungan yang lebih dekat lagi”, jelas wanita itu.
Edo semakin penasaran, ia memberanikan dirinya bertanya, “Maksud
ibu…, mm…, ki…, ki…, kita berselingkuh?”, ia berkata sambil
memberanikan dirinya menatap wanita paruh baya itu.
“Yah…, kita menjalin hubungan cinta”, jawab dokter Miranti enteng.
“Tapi ibu wanita bersuami, ibu punya keluarga”.
“Ya…, tapi sudah hancur, tak ada harapan lagi. Kalau suamiku bisa
mencicipi gadis muda, kenapa aku tidak bisa?”, lanjutnya semakin berani,
ia bahkan merangkul pundak pemuda itu. Edo hanya terpaku.
“Ta…, tapi, Bu…”.
“Seumur perkawinanku, aku hanya merasakan derita, Do. Aku ingin
kejantanan sejati dari seorang pria. Dan pria itu adalah kamu, Do”, lalu
ia beranjak dari tempat duduknya mendekati Edo. Dengan mesra diberinya
pemuda itu sebuah kecupan. Edo masih tak bereaksi, ia seperti tak
mempercayai kejadian itu.
“Apakah saya mimpi?”, katanya konyol.
“Tidak, Do. Kamu nggak mimpi, ini aku, Dokter Miranti yang kamu kagumi”.
“Tapi, Bu.., ibu sudah bersuami”.
“Tolong jangan katakan itu lagi Edo”.
Kemudian keduanya terpaku lama, sesekali saling menatap. Pikiran Edo
berkecamuk keras, ia tak tahu harus berkata apa lagi. Sebenarnya ia
begitu gembira, tak pernah ia bermimpi apapun. Namun ia masih merasa
ragu.
“Apakah segampang ini?”, gumamnya dalam hati.
“Cantik sekali dokter ini, biarpun umurnya jauh lebih tua dariku tapi oh
tubuh dan wajahnya begitu menggiurkan, sudah lama aku memimpikan
bercinta dengan wanita istri pejabat seperti dia. Tapi…”, hatinya
bertanya-tanya. Sementara suasana vacum itu berlangsung begitu lama.
Kini mereka duduk dalam posisi saling bersentuhan. Baru sekitar tiga
puluh menit kemudian dokter Miranti tiba-tiba berdiri.
“Do, saya ingin ngobrol lebih banyak lagi, tapi nggak di sini, kamu
temui saya di Hotel Hyatt. Saya akan memesan kamar di situ. Selamat
malam”, serunya kemudian berlalu meninggalkan Edo yang masih terpaku.
Pemuda itu masih terlihat melamun sampai seorang pelayan restoran datang menyapanya.
“Pak Edo, bapak mau pesan lagi?”.
“Eh…, oh nggak…, nggak, aduh saya kok ngelamun”, jawabnya tergagap mengetahui dirinya hanya terduduk sendiri.
“Teman Bapak sudah tiga puluh menit yang lalu pergi dari sini”, kata pelayan itu.
“Oh ya?”, sahut Edo seperti orang bodoh. Pelayan itu mengangkat bahunya sambil berlalu.
“Eh…, billnya!”, panggil Edo.
“Sudah dibayar oleh teman Bapak”, jawab pelayan itu singkat.
Kini Edo semakin bingung, ia masih merasakan getaran di dadanya. Antara
percaya dan tidak. Ia kemudian melangkah ke lift dan turun ke tempat
parkir. Hanya satu kalimat dokter Miranti yang kini masih terngiang di
telinganya. Hotel Grand Hyatt!
Dengan tergesa-gesa ia menuju ke arah mobilnya. Perjalanan ke hotel yang
dimaksud wanita itu tak terasa olehnya, kini ia sudah sampai di depan
pintu kamar yang ditanyakannya pada receptionis. Dengan gemetar ia
menekan bel di pintu kamar itu, pikirannya masih berkecamuk bingung.
“Masuk, Do”, sambut dokter Miranti membuka pintu kamarnya. Edo masuk
dan langsung menatap dokter Miranti yang kini telah mengenakan gaun
tidur sutra yang tipis dan transparan. Ia masih tampak terpaku.
“Do, ini memang hari pertemuan kita yang pertama tapi apakah salahnya
kalau kita sama-sama saling membutuhkan”, kata dokter Miranti membuka
pembicaraan.
“Cobalah realistis, Do. Kamu juga menginginkan ini kan?”, lanjut wanita
itu kemudian mendudukkan Edo di pinggir tempat tidur luas itu.
Edo masih tampak bingung sampai sang dokter memberinya kecupan di bibirnya, ia merasakan seperti ada dorongan untuk membalasnya.
“Oh…, Bu”, desahnya sambil kemudian merangkul tubuh bongsor dokter
Miranti. Dadanya masih bergetar saat merasakan kemesraan wanita itu.
Dokter Miranti kemudian memegang pundaknya dan melucuti pakaian pemuda
itu. Dengan perlahan Edo juga memberanikan diri melepas ikatan tali gaun
tidur sutra yang dikenakan sang dokter. Begitu tampak buah dada dokter
Miranti yang besar dan ranum itu, Edo terhenyak.
“Oh…, indahnya susu wanita ini”, gumamnya dalam hati sambil lalu
meraba payudara besar yang masih dilapisi BH itu. Tangan kirinya
berusaha melepaskan kancing BH di punggung dokter Miranti. Ia semakin
terbelalak saat melihat bentuk buah dada yang kini telah tak berlapis
lagi. Tanpa menunggu lagi nafsu pemuda itu bangkit dan ia segera meraih
buah dada itu dan langsung mengecupnya. Dirasakannya kelembutan susu
wanita cantik paruh baya itu dengan penuh perasaan, ia kini mulai
menyedot puting susu itu bergiliran.
“Ooohh…, Edo…, nikmat sayang…., mm sedot terus sayang ooohh,
ibu sayang kamu, Do…, ooohh”, desah dokter Miranti yang kini mendongak
merasakan sentuhan lidah dan mulut Edo yang menggilir kedua puting
susunya. Tangan wanita itupun mulai meraih batang kemaluan Edo yang
sudah tegang sedari tadi, ia terhenyak merasakan besar dan panjangnya
penis pemuda itu.
“Ohh…, besarnya punya kamu, Do. Tangan ibu sampai nggak cukup
menggenggamnya”, seru dokter Miranti kegirangan. Ia kemudian
mengocok-ngocokkan penis itu dengan tangannya sambil menikmati belaian
lidah Edo di sekitar payudara dan lehernya.
Kemaluan Edo yang besar dan panjang itu kini tegak berdiri bagai roket yang siap meluncur ke angkasa. Pemuda yang sebelumnya belum pernah melakukan hubungan seks itu semakin terhenyak mendapat sentuhan lembut pada penisnya yang kini tegang. Ia asyik sekali mengecupi sekujur tubuh wanita itu, Edo merasakan sesuatu yang sangat ia dambakan selama ini. Ia tak pernah membayangkan akan dapat menikmati hubungan seks dengan wanita yang sangat ia kagumi ini, ia yang sebelumnya bahkan hanya menonton film biru itu kini mempraktekkan semua yang ia lihat di dalamnya. Hatinya begitu gembira, sentuhan-sentuhan lembut dari tangan halus dokter Miranti membuatnya semakin terlena.
Dengan mesra sekali wanita itu menuntun Edo untuk menikmati sekujur tubuhnya yang putih mulus itu. Dituntunnya tangan pemuda itu untuk membelai lembut buah dadanya, lalu bergerak ke bawah menuju perutnya dan berakhir di permukaan kemaluan wanita itu. Edo merasakan sesuatu yang lembut dan berbulu halus dengan belahan di tengahnya. Pemuda itu membelainya lembut sampai kemudian ia merasakan cairan licin membasahi permukaan kemaluan dokter Miranti. Ia menghentikan gerakannya sejenak, lalu dengan perlahan sang dokter membaringkan tubuhnya dan membuka pahanya lebar hingga daerah kemaluan yang basah itu terlihat seperti menantang Edo. Pemuda itu terbelalak sejenak sebelum kemudian bergerak menciumi daerah itu, jari tangan dokter Miranti kemudian menarik bibir kemaluannya menjadi semakin terbuka hingga menampakkan semua isi dalam dinding vaginanya. Edo semakin terangsang, dijilatinya semua yang dilihat di situ, sebuah benda sebesar biji kacang di antara dinding vagina itu ia sedot masuk ke dalam mulutnya. Hal itu membuat dokter Miranti menarik nafas panjang merasakan nikmat yang begitu hebat.
“Ohh…, hmm…, Edo, sayang, ooohh”, desahnya mengiringi bunyi ciplakan bibir Edo yang bermain di permukaan vaginanya.
Dengan gemas Edo menjilati kemaluan itu, sementara dokter Miranti hanya
bisa menjerit kecil menahan nikmat belaian lidah Edo. Ia hanya bisa
meremas-remas sendiri payudaranya yang besar itu sambil sesekali menarik
kecil rambut Edo.
“Aduuuh sayang, ooohh nikmaat…, sayang…, oooh Edo…, ooohh
pintarnya kamu sayang…, ooohh nikmatnya…, ooohh sedooot
teruuusss…, ooohh enaakkk…, hmm…, ooohh”, jeritnya terpatah-patah.
Puas menikmati vagina itu, Edo kembali ke atas mengarahkan bibirnya
kembali ke puting susu dokter Miranti. Sang dokterpun pasrah saja, ia
membiarkan dirinya menikmati permainan Edo yang semakin buas saja.
Daerah sekitar puting susunya tampak sudah kemerahan akibat sedotan
mulut Edo.
“ooohh, Edo sayang. Berikan penis kamu sama ibu sayang, ibu ingin
mencicipinya”, pinta wanita itu sambil beranjak bangun dan menggenggam
kemaluan Edo. Tangannya tampak bahkan tak cukup untuk menggenggamnya,
ukurannya yang super besar dan panjang membuat dokter Miranti seperti
tak percaya pada apa yang dilihatnya. Wanita itu mulai mengulum penis
Edo, mulutnya penuh sesak oleh kepala penis yang besar itu, hanya
sebagian kecil saja kemaluan Edo yang bisa masuk ke mulutnya sementara
sisanya ia kocok-kocokkan dengan telapak tangan yang ia lumuri air
liurnya. Edo kini menikmati permainan itu.
“Auuuhh…, Bu, ooohh…, enaakk aahh Bu dokter…, oooh nikmat
sekali…, mm…, oooh enaknya…, ooohh…, ssstt…, aahh”, desah
pemuda itu mulai menikmatinya.
Sesaat kemudian, Dokter Miranti melepaskan kemaluan yang besar itu
lalu membaringkan dirinya kembali di pinggiran tempat tidur. Edo meraih
kedua kaki wanita itu dan langsung menempatkan dirinya tepat di depan
selangkangan dokter Miranti yang terbuka lebar. Dengan sangat perlahan
Edo mengarahkan kemaluannya menuju liang vagina yang menganga itu dan,
“Sreett.., bleeesss”.
“Aduuuhh…, aauuu Edooo…, sa.., sa.., sakiiittt…, vaginaku robeeek
aahh…, sakiiit”, teriak dokter Miranti merasakan vaginanya yang
ternyata terlalu kecil untuk penis Edo yang super besar, ia merasakan
vaginanya robek oleh terobosan penis Edo. Lebih dahsyat dari saat ia
mengalami malam pertamanya.
“Edo sayang, punya kamu besar sekali. Vaginaku rasanya robek do, main yang pelan aja ya, sayang?”, pintanya lalu pada Edo.
“Ouuuhh…, ba.., ba.., baik, Bu”, jawab Edo yang tampak sudah merasa
begitu nikmat dengan masuknya penis ke dalam vagina dokter Miranti.
Kini dibelainya rambut sang dokter sambil menciumi pipinya yang halus dengan mesra. Pemuda itu mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina dokter Miranti dengan perlahan sekali sampai beberapa menit kemudian rasa sakit yang ada dalam vagina wanita itu berubah menjadi nikmat, barulah Edo mulai bergerak menggenjot tubuh wanita itu dengan agak cepat. Gerakan tubuh mereka saling membentur mempertemukan kedua kemaluan mereka. Nafsu birahi mereka tampak begitu membara dari gerakan yang semakin lama semakin menggairahkan, teriakan kecil kini telah berubah menjadi desah keras menahan nikmatnya hubungan seks itu.
Keduanya tampak semakin bersemangat, saling menindih bergilir menggenjot untuk meraih tahap demi tahap kenikmatan seks itu. Edo yang baru pertama kali merasakan nikmatnya hubungan seks itu benar-benar menikmati keluar masuknya penis besar itu ke dalam liang vagina sang dokter yang semakin lama menjadi semakin licin akibat cairan kelamin yang muali melumasi dindingnya. Demikian pula halnya dengan dokter Miranti. Ia begitu tampak kian menikmati goyangan tubuh mereka, ukuran penis Edo yang super besar dan terasa merobek liang vaginanya itu kini menjadi sangat nikmat menggesek di dalamnya. Ia berteriak sejadi-jadinya, namun bukan lagi karena merasa sakit tapi untuk mengimbangi dahsyatnya kenikmatan dari penis pemuda itu. Tak pernah ia bayangkan akan dapat menemukan penis sebesar dan sepanjang milik Edo, penis suaminya yang bahkan ia tahu sering meminum obat untuk pembesar alat kelamin tak dapat dibandingkan dengan ukuran penis Edo. Baru pertama kali ini ia melihat ada kemaluan sebesar itu, panjang dan keras sekali.
Bunyi teriakan nyaring bercampur decakan becek dari kedua alat
kelamin mereka memenuhi ruangan luas di kamar suite hotel itu. Desahan
mereka menahan kenikmatan itu semakin memacu gerakan mereka menjadi kian
liar.
“Ooohh…, ooohh…, ooohh…, enaak…, oooh…, enaknya bu…, ooohh nikmat sekali ooohh”, desah Edo.
“mm…, aahh…, goyang terus, Do…, ibu suka sama punya kamu,
ooohh…, enaknya, sayang ooohh…, ibu sayang kamu Edo…, ooohh”,
balas dokter Miranti sambil terus mengimbangi genjotan tubuh pemuda itu
dengan menggoyang pinggulnya.
Lima belas menit lebih mereka melakukannya dengan posisi itu dimana
Edo menindih tubuh sang dokter yang mengapit dengan pahanya. Kini
saatnya mereka ingin mengganti gaya.
“Ouuuhh Edo sayang, ganti gaya yuuuk?”, ajak sang dokter sambil menghentikan gerakannya.
“Baik, Bu”, jawab pemuda itu mengiyakan.
“Kamu di bawah ya sayang? Ibu pingin goyang di atas tubuh kamu”, katanya
sambil menghentikan gerakan tubuh Edo, pemuda itu mengangguk sambil
perlahan melepaskan penisnya dari jepitan vagina dokter Miranti.
Kemudian ia duduk sejenak mengambil nafas sambil memandangi tubuh wanita
itu.
“uuuh, cantiknya wanita ini”, ia bergumam dalam hati lalu berbaring menunggu dokter Miranti yang sudah siap menungganginya.
Kini wanita itu berjongkok tepat di atas pinggang Edo, ia sejenak
menggenggam kemaluan pemuda itu sebelum kemudian memasukkannya kembali
ke dalam liang vaginanya dengan perlahan dan santai. Kembali ia mendesah
merasakan penis itu masuk menembus dinding kemaluannya dan menerobos
masuk sampai dasar liang vagina yang terasa sempit oleh Edo.
“Ooouuuhh…”, desahnya memulai gerakan menurun-naikkan pinggangnya di atas tubuh pemuda itu.
Edo meraih payudara montok yang bergantungan di dada sang dokter,
sesekali ia meraih puting susu itu dengan mulutnya dan menyedot-nyedot
nikmat.
Keduanya kembali terlibat adegan yang lebih seru lagi, dengan liar
dokter Miranti menggoyang tubuh sesuka hati, ia tampak seperti kuda
betina yang benar-benar haus seks. Ia yang baru kali ini menikmati
hubungan seks dengan lelaki selain suaminya itu benar-benar tampak
bergairah, ditambah dengan ukuran kemaluan Edo yang super besar dan
panjang membuatnya menjadi begitu senang. Dengan sepenuh hati ia raih
kenikmatan itu detik demi detik. Tak semili meterpun ia lewatkan
kenikmatan penis Edo yang menggesek dinding dalam kemaluannya. Ia
semakin berteriak sejadi-jadinya.
“Aahh…, ooohh…, aahh…, ooohh…, ooohh…, enaak…, ooohh…,
nikmaatt…, sekali…, Edo sayaanngg…, ooohh Edo…, Do…, enaak
sayang ooohh”, teriaknya tak karuan dengan gerakan liar di atas tubuh
pemuda itu sembari menyebut nama Edo. Ia begitu menyukai pemuda itu.
“Ooohh Bu dokter…, ooohh…, ibu juga pintar mainnya…, ooohh, Bu dokter cantik sekali”, balas Edo.
“Remas susu ibu, Do. ooohh…, sedot putingnya sayang…, ooohh
pintarnya kamu, oooh…, ibu senang sama punya kamu, ooohh…, nikmatnya
sayang, ooohh…, panjang sekali, ooohh…, enaak”, lanjut sang dokter
dengan gerakan yang semakin liar. Edo mengimbangi gerakan itu dengan
mengangkat-angkat pantatnya ke arah pangkal paha dokter Miranti yang
mengapitnya itu. Ia terus menghujani daerah dada sang dokter yang tampak
begitu disenanginya, puting susu itupun menjadi kemerahan akibat
sedotan mulut Edo yang bertubi-tubi.
Namun beberapa saat kemudian sang dokter tampak tak dapat lagi
menahan rasa nikmat dari penis pemuda itu. Ia yang selama dua puluh
menit menikmati permainan itu dengan garang, kini mengalami ejakulasi
yang begitu hebat. Gerakannya berubah semakin cepat dan liar, diremasnya
sendiri buah dada montoknya sambil lebih keras lagi menghempaskan
pangkal selangkangannya pada penis Edo hingga sekitar dua menit berlalu
ia berteriak panjang sebelum kemudian menghentikan gerakannya dan
memeluk tubuh pemuda itu.
“Ooohh…, ooohh…, aauu, aku keluarr…, Edo…, aahh…, aah…, aku,
nggak kuat lagi aku…, Do…, ooohh…, enaaknya…, sayang, ooohh…,
Edo sayang…, hhuuuh…, ibu nggak tahan lagi”, jeritnya panjang
sambil memeluk erat tubuh Edo, cairan kelamin dalam rahimnya muncrat
memenuhi liang vagina di mana penis Edo masih tegang dan keras.
“Ooohh nikmat bu…, ooohh punya ibu tambah licin dan nikmat…,
ooohh…, nikmat Bu dokter, ooohh…, semakin nikmat sekali Bu dokter,
ooohh…, enaak, mm…, ooohh…, uuuhh…, ooohh…, ooohh, nikmat
sekali…, uuuhh…, Bu dokter cantik…, aauuuhh…, ssshh nikmat bu”,
desah Edo merasakan kenikmatan dalam liang vagina sang dokter yang
tengah mengalami ejakulasi, vagina itu terasa makin menjepit penisnya
yang terus saja menggesek dinding vagina itu. Kepala penisnya yang
berada jauh di dalam liang vagina wanita itu merasakan cairan hangat
menyembur dan membuat liang vagina sang dokter terasa semakin nikmat dan
licin.
Pemuda itu membalas pelukan dokter Miranti yang tampak sudah tak
sanggup lagi menggoyang tubuhnya di atas tubuh Edo. Sejenak gerakan
mereka terhenti meski Edo sedikit kecewa karena saat itu ia rasakan
vagina sang dokter sangat nikmat. Ia berusaha menahan birahinya yang
masih saja membara dengan memberi ciuman mesra pada wanita cantik itu.
“Oh Edo sayang, kamu kuat sekali mainnya sayang, aku puas sekali, ibu
betul-betul merasa seperti berada di tempat yang paling indah dengan
sejuta kenikmatan cinta. Kamu betul-betul jago”, katanya pada Edo sambil
memandang wajah pemuda itu tepat di depan matanya, dipeluknya erat
pinggang Edo untuk menahan goyangan penis di selangkangannya.
Sejenak Dokter Miranti beristirahat di pelukan pemuda itu, ia terus
memuji kekuatan dan kejantanan Edo yang sebelumnya belum pernah ia
dapatkan sekalipun dari suaminya. Matanya melirik ke arah jam dinding di
kamar itu.
“Edo..”, sapanya memecah keheningan sesaat itu.
“Ya, bu?”, jawab Edo sambil terus memberi kecupan pada pipi dan muka sang dokter yang begitu ia senangi.
“Sudah satu jam lamanya kita bermain, kamu hebat sekali, Do”, lanjutnya terheran-heran.
“Saya baru sekali ini melakukannya, Bu”, jawab Edo.
“Ah masa sih, bohong kamu, Do”, sergah dokter Miranti sambil membalas ciuman Edo di bibirnya.
“Benar kok, Bu. Sumpah saya baru kali ini yang pertama kalinya”, Edo bersikeras.
“Tapi kamu mainnya kok hebat banget? Dari mana kamu tahu gaya-gaya yang tadi kita lakukan”, lanjut sang dokter tak percaya.
“Saya hanya menonton film, Bu”, jawab pemuda itu.
Beberapa menit mereka ngobrol diselingi canda dan cumbuan mesra yang
membuat birahi sang dokter bangkit untuk mengulangi permainannya.
Dirasakannya dinding vagina yang tadinya merasa geli saat mengalami
ejakulasi itu mulai terangsang lagi. Edopun merasakan gejala itu dari
denyutan vagina sang dokter. Edo melepaskan pelukannya, lalu menempatkan
diri tepat di belakang punggung sang dokter, tangannya nenuntun penis
besar itu ke arah permukaan lubang kemaluan dokter Miranti yang hanya
pasrah membiarkannya mengatur gaya sesuka hati. Pemuda itu kini berada
tepat di belakang menempel di punggung sang dokter, lalu perlahan sekali
ia memasukkan penis besarnya ke dalam liang sang dokter dari arah
belakang pantatnya.
“Ooohh, pintarnya kamu Edo…, oooh ibu suka gaya ini, mm…, goyang teruuuss…, aahh, nikmat do, ooohh…, sampai pangkalnya terusss, ooohh…, enaak..tarik lagi sayang ooohh, masukin lagii ooohh, sampai pangkal nya Edo…, ooohh, sayang nikmat sekali, ooohh…, oohh Edo…, ooohh…, mm…, Edo…, sayang”, desah sang dokter begitu merasakannya, atas bawah tubuhnya merasakan kenikmatan itu dengan sangat sempurna. Tangan Edo meremas susunya sementara penis pemuda itu tampak jelas keluar masuk liang vaginanya. Keduanya kembali terlihat bergoyang mesra meraih detik demi detik kenikmatan dari setiap gerakan yang mereka lakukan. Demikian juga dengan Edo yang menggoyang dari arah belakang itu, ia terus meremas payudara montok sang dokter sambil memandang wajah cantik yang membuatnya semakin bergairah. Kecantikan Dokter Miranti yang sangat menawan itu benar-benar membuat gairah bercinta Edo semakin membara. Dengan sepenuh hati digoyangnya tubuh bahenol dan putih mulus itu sampai-sampai suara decakan pertemuan antara pangkal pahanya dan pantat besar sang dokter terdengar keras mengiringi desahan mulut mereka yang terus mengoceh tak karuan menikmati hebatnya rasa dari permainan itu.
Sekitar dua puluh menit berlalu tampak kedua insan itu sudah tak
dapat menahan lagi rasa nikmat dari permainan mereka hingga kini
keduanya semakin berteriak keras sejadi-jadinya. Tampaknya mereka ingin
segera menyelesaikan permainannya secara bersamaan.
“Huuuh…, ooohh…, ooohh…, aahh…, ooohh…, nikmat sekali Do,
goyang lagi sayang, ooohh…, ibu mau keluar sebentar lagi sayang,
ooohh…, goyang yang keras lagi sayang, ooohh…, enaknya penis kamu,
ooohh…, ibu nggak kuat lagi oooh”, jerit dokter Miranti.
“Uuuhh…, aahh…, ooohh, mm…, aah…, saya juga mau keluar Bu,
ooohh…, dokter Miranti sayaang, ooohh…, mm…, enaakk sekali,
ooohh…, ooohh, dokter sayang, ooohh…, dokter cantik, ooohh…,
enaakk…, dokter dokter sayang, ooohh…, vagina dokter juga nikmat
sekali, oooh”, teriak Edo juga.
“Ooohh enaknya sayang, ooohh…, pintar kamu sanyang, ooohh…, kocok terus, oooh…, genjot yang keraass, ooohh”.
“Ooohh dokter, susunya…, ooohh…, saya mau sedot, ooohh”, Edo meraih susu sang dokter lalu menyedotnya dari arah samping.
“Oooh Edo pintarnya kamu sayang, ooohh…, nikmatnya, ooohh…, ibu
sebentar lagi keluar sayang, ooohh…, keluarin samaan yah, ooohh”, ajak
sang dokter.
“Saya juga mau keluar Bu, yah kita samaan Bu dokter, ooohh…, vagina
ibu nikmat sekali, ooohh…, mm…, enaknya, ooohh”, teriak Edo sambil
mempercepat lagi gerakannya.
Namun beberapa saat kemudian dokter Miranti berteriak panjang mengakhiri permainannya.
“Aauuuwww…, ooohh…, Edooo, ibu nggak tahan lagiii…, keluaar…,
aauhh nikmatnya sayang, ooohh”, jeritnya panjang sambil membiarkan
cairan kelaminnya kembali menyembur ke arah penis Edo yang masih
menggenjot dalam liang kemaluannya. Edo merasakan gejala itu lalu
berusaha sekuat tenaga untuk membuat dirinya keluar juga, beberapa saat
ia merasakan vagina sang dokter menjepit kemaluannya keras diiringi
semburan cairan mani yang deras ke arah penisnya. Dan beberapa saat
kemudian ia akhirnya berteriak panjang meraih klimaks permainan.
“Ooohh…, aahh…, oooww…,aahh, dokter…, Miranti…, sayyaang…,
oooh…, enaak sekalii…, ooohh saya juga keluaarr, ooohh”, jeritnya
panjang sesaat setelah sang dokter mengakhiri teriakannya.
“Edo sayang, ooohh…, jangan di dalam sayang, ooohh…, ibu nggak pakai
alat kontrasepsi, ooohh…, sini keluarin di luar Edo, sayang berikan
pada ibu, oooh…, enaknya, cabut sayang. Semprotkan ke Ibu, ooohh”,
pintanya sembari merasakan nikmatnya denyutan penis Edo. Ia baru sadar
dirinya tak memakai alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
Didorongnya tubuh Edo sambil meraih batang penis yang sedang meraih
puncak kenikmatan itu.
Kemudian pemuda itu mencabut penisnya dengan tergesa-gesa dari liang
kemaluan sang dokter dan, “Cropp bresss…, crooottt.., crooott..,
creeess”, cairan kelamin Edo menyembur ke arah wajah sang dokter. Edo
berdiri mengangkang di atas tubuhnya dan menyemburkan air maninya yang
sangat deras dan banyak ke arah badan dan muka sang dokter. Sebagian
cairan itu bahkan masuk ke mulut sang dokter.
“Ohh…, sayang,terus ooohh…, berikan pada ibu, ooohh…, hmm…,
nyam…, enaknya, ooohh…, semprotkan pada ibu, ooohh…, ibu ingin
meminumnya Edo, ooohh…, enaakkknya sayang, oooh…, lezat sekali”,
jerit wanita itu kegirangan sambil menelan habis cairan mani pemuda itu
ke dalam mulutnya, bahkan belum puas dengan itu ia kembali meraih batang
penis Edo dan menyedot keras batang kemaluannya dan menelan habis
sisa-sisa cairan itu hingga Edo merasakan semua cairannya habis.
“Ooohh Bu dokter, ooohh dokter, saya puas sekali bu”, kata Edo
sembari merangkul tubuh sang dokter dan kembali berbaring di tempat
tidur.
“Kamu kuat sekali Edo, sanggup membuat ibu keluar sampai dua kali, kamu
benar-benar hebat dan pintar mainnya, ibu suka sekali sama kamu. Nggak
pernah sebelumnya ibu merasakan kenikmatan seperti ini dengan suami ibu.
Dia bahkan tak ada apa-apanya dibanding kamu”, seru sang dokter pada
Edo sambil mencium dada pemuda itu.
“Saya juga benar-benar puas sekali, Bu. Ibu memberikan kenikmatan yang
nggak pernah saya rasakan sebelumnya. Sekarang saya tahu bagaimana
nikmatnya bercinta”, jawab Edo sekenanya sambil membalas ciuman dokter
Miranti. Tangannya membelai halus permukaan buah dada sang dokter dan
memilin-milin putingnya yang lembut.
“Tapi apakah ibu tidak merasa berdosa pada suami Ibu, kita sedang
berselingkuh dan ibu punya keluarga”, sergah Edo sambil menatap wajah
manis dokter Miranti.
“Apakah aku harus setia sampai mati sementara dia sekarang mungkin sedang asyik menikmati tubuh wanita-wanita lain?”.
“Benarkah?”.
“Aku pernah melihatnya sendiri, Do. Waktu itu kami sedang berlibur di
Singapura bersama kedua anakku”, lanjut sang dokter memulai ceritanya
pada Edo.
Edo hanya terdiam mendengar cerita dokter Miranti. Ia menceritakan
bagaimana suaminya memperkosa seorang pelayan hotel tempat mereka
menginap waktu ia dan anak-anaknya sedang berenang di kolam hotel itu.
Betapa terkejutnya ia saat menemukan sang pelayan keluar dari kamarnya
sambil menangis histeris dan terisak menceritakan semuanya pada manajer
hotel itu dan dirinya sendiri.
“Kamu bisa bayangkan, Do. Betapa malunya ibu, sudah bertahan-tahun kami
hidup bersama, dengan dua orang anak, masih saja dia berbuat seperti
itu, dasar lelaki kurang ajar, bangsat dia itu…”, ceritanya pada Edo
dengan muka sedih.
“Maaf kalau saya mengungkap sisi buruk kehidupan ibu dan membuat ibu bersedih”.
“Tak apa, Do. Ini kenyataan kok”.
Dilihatnya sang dokter meneteskan air mata, “Saya tidak bermaksud
menyinggung ibu, oh..”, Edo berusaha menenangkan perasaannya, ia memeluk
tubuh sang dokter dan memberinya beberapa belaian mesra. Tak
disangkanya dibalik kecantikan wajah dan ketenaran sang dokter ternyata
wanita itu memiliki masalah keluarga yang begitu rumit.
“Tapi saya yakin dengan tubuh dan wajah ibu yang cantik ini ibu bisa
dapatkan semua yang ibu inginkan, apalagi dengan permaian ibu yang
begitu nikmat seperti yang baru saja saya rasakan, bu”, Kata Edo
menghibur sang dokter.
“Ah kamu bisa aja, Do. Ibu kan sudah nggak muda lagi, umur ibu sekarang sudah empat puluh tiga tahun, lho?”.
“Tapi, Bu terus terang saja saya lebih senang bercinta dengan wanita
dewasa seperti ibu. Saya suka sekali bentuk tubuh ibu yang bongsor ini”,
lanjut pemuda itu sambil memberikan ciuman di pipi sang dokter, ia
mempererat pelukannya.
“Kamu mau pacaran sama ibu?”.
“Kenurut ibu apa yang kita lakukan sekarang ini bukannya selingkuh?”, tanya Edo.
“Kamu benar suka sama ibu?”.
“Benar, Bu. Sumpah saya suka sama Ibu”, Edo mengecup bibir wanita itu.
“Oh Edo sayang, ibu juga suka sekali sama kamu. Jangan bosan yah, sayang?”.
“Nggak akan, bu. Ibu begitu cantik dan molek, masa sih saya mau bosan.
Saya sama sekali tidak tertarik pada gadis remaja atau yang seumur. Ibu
benar-benar sesuai seperti yang saya idam-idamkan selama ini. Saya
selalu ingin bermain cinta dengan ibu-ibu istri pejabat. Tubuh dan
goyang Bu dokter sudah membuat saya benar-benar puas”.
“Mulai sekarang kamu boleh minta ini kapan saja kamu mau, Do. Ibu akan
berikan padamu”, jawab sang dokter sambil meraba kemaluan Edo yang sudah
tampak tertidur.
“Terima kasih, Bu. Ibu juga boleh pakai saya kapan saja ibu suka”.
“Ibu sayang kamu, Do”.
“Saya juga, Bu. oooh dokter Miranti…”, desah pemuda itu kemudian merasakan penisnya teremas tangan sang dokter.
“Oooh Edo, sayang..”, balas dokter Miranti menyebut namanya mesra.
Kembali mereka saling berangkulan mesra, tangan mereka meraih
kemaluan masing-masing dan berusaha membangkitkan nafsu untuk kembali
bercinta. Edo meraih pantat sang dokter dengan tangan kirinya, mulutnya
menyedot bibir merah sang dokter. “Oooh dokter Miranti, sayang…,
ooohh”, desah Edo merasakan penisnya yang mulai bangkit lagi merasakan
remasan dan belaian lembut tangan sang dokter. Sementara tangan pemuda
itu sendiri kini meraba permukaan kemaluan dokter Miranti yang mulai
terasa basah lagi.
“ooohh…, uuuhh Edo sayang…, nikmat.sayang, ooohh Edo…, Ibu pingin
lagi, Do, ooohh…, kita main lagi sayang, ooohh”, desah manja dan
menggairahkan terdengar dari mulut dokter Miranti.
“Uuuhh…, saya juga kepingin lagi Bu dokter, ooohh…, Ibu cantik
sekali, oooh…, dokter Miranti sayang, ooohh…, remas terus penis saya
Bu, ooohh”.
“Ibu suka penis kamu Do, bentuknya panjang dan besar sekali.
ooouuuhh…, baru pertama ini ibu merasakan penis seperti ini”, suara
desah dokter miranti memuji kemaluan Edo.
Begitu mereka tampak tak tahan lagi setelah melakukan pemanasan selama lima belas menit, lalu kembali keduanya terlibat permainan seks yang hebat sampai kira-kira pukul empat dini hari. Tak terasa oleh mereka waktu berlalu begitu cepat hingga membuat tenaga mereka terkuras habis. Dokter Miranti berhasil meraih kepuasan sebanyak empat kali sebelum kemudian Edo mengakhiri permainannya yang selalu lama dan membuat sang dokter kewalahan menghadapinya. Kejantanan pemuda itu memang tiada duanya. Ia mampu bertahan selama itu, tubuh sang dokter yang begitu membuatnya bernafsu itu digoyangnya dengan segala macam gaya yang ia pernah lihat dalam film porno. Semua di praktikkan Edo, dari ‘doggie style’ sampai 69 ia lakukan dengan penuh nafsu. Mereka benar-benar mengumbar nafsu birahi itu dengan bebas. Tak satupun tempat di ruangan itu yang terlewat, dari tempat tidur, kamar mandi, bathtub, meja kerja, toilet sampai meja makan dan sofa di ruangan itu menjadi tempat pelampiasan nafsu seks mereka yang membara.
Akhirnya setelah melewati ronde demi ronde permainan itu mereka terkulai lemas saling mendekap setelah Edo mengalami ejakulasi bersamaan dengan orgasme dokter Miranti yang sudah empat kali itu. Dengan saling berpelukan mesra dan kemaluan Edo yang masih berada dalam liang vagina sang dokter, mereka tertidur pulas.
Malam itu benar-benar menjadi malam yang sangat indah bagi keduanya. Edo yang baru pertama kali merasakan kehangatan tubuh wanita itu benar-benar merasa puas. Dokter Miranti telah memberinya sebuah kenikmatan yang selama ini sangat ia dambakan. Bertahun-tahun lamanya ia bermimpi untuk dapat meniduri istri pejabat seperti wanita ini, kini dokter Miranti datang dengan sejuta kenikmatan yang ia berikan. Semalam suntuk penuh ia lampiaskan nafsu birahinya yang telah terpendam sedemikian lama itu di tubuh sang dokter, ia lupa segalanya. Edo tak dapat mengingat sudah berapa kali ia buat sang dokter meronta merasakan klimaks dari hubungan seks itu. Cairan maninya terasa habis ia tumpahkan, sebagian di mulut sang dokter dan sebagian lagi disiramkan di sekujur tubuh wanita itu.
Begitupun dengan dokter Miranti, baginya malam yang indah itu adalah malam pertama ia merasakan kenikmatan seksual yang sesungguhnya. Ia yang tak pernah sekalipun mengalami orgasme saat bermain dengan suaminya, kini merasakan sesuatu yang sangat hebat dan nikmat. Kemaluan Edo dengan ukuran super besar itu telah memberinya kenikmatan maha dahsyat yang takkan pernah ia lupakan. Belasan kali sudah Edo membuatnya meraih puncak kenikmatan senggama, tubuhnya seperti rontok menghadapi keperkasaan anak muda itu. Umur Edo yang separuh umurnya itu membuat suasana hatinya sangat bergairah. Bagaimana tidak, seorang pemuda tampan dan perkasa yang berumur jauh di bawahnya memberinya kenikmatan seks bagai seorang ksatria gagah perkasa. Ia sungguh-sungguh puas lahir batin sampai-sampai ia rasakan tubuhnya terkapar lemas dan tak mampu bergerak lagi, cairan kelaminnya yang terus mengucur tiada henti saat permainan cinta itu berlangsung membuat vaginanya terasa kering. Namun sekali lagi, ia merasa puas, sepuas-puasnya.
Sejak saat itu, dokter Miranti menjalin hubungan gelap dengan dengan Edo. Kehidupan mereka kini penuh dengan kebahagiaan cinta yang mereka raih dari kencan-kencan rahasia yang selalu dilakukan kedua orang itu saat suami dokter Miranti tidak di rumah. Di hotel, di apartement Edo atau bahkan di rumah sang dokter mereka lakukan perselingkuhan yang selalu diwarnai oleh hubungan seks yang seru tak pernah mereka lewatkan.
Terlampiaskan sudah nafsu seks dan dendam pada diri mereka masing-masing. Dokter Miranti tak lagi mempermasalahkan suaminya yang doyan perempuan itu. Ia bahkan tak pernah lagi mau melayani nafsu birahi suaminya dengan serius. Setiap kali lelaki itu memintanya untuk bercinta ia hanya melayaninya setengah hati. Tak ia hiraukan lagi apakah suaminya puas dengan permainan itu, ia hanya memberikan pelayanan sekedarnya sampai lelaki botak dan berperut besar itu mengeluarkan cairan kelaminnya dalam waktu singkat kurang dari tiga menit. Ingin rasanya dokter Miranti meludahi muka suaminya, lelaki tak tahu malu yang hanya mengandalkan uang dan kekuasaan. Yang dengan sewenang-wenang membeli kewanitaan orang dengan uangnya. Lelaki itu tak pernah menyangka bahwa istrinya telah jatuh ke tangan seorang pemuda perkasa yang jauh melebihi dirinya. Ia benar-benar tertipu.
Terimaksih telah berkunjung :
https://newphbtwo.blogspot.com